Sabtu, 23 Juli 2011

RAHASIA PUASA

RAHASIA PUASA
oleh : H Sulthon Abdillah

      Tidak lama lagi kita akan kembali memasuki bulan yang lain dari pada bulan-bulan yang lain, bulan yang istimewa, yaitu bulan romadhon. Di bulan romadhon kita diwajibkan untuk menunaikan ibadah puasa.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ* البقرة ١٨٣
Sebagai muslim yang sejati, kehadiran Ramadhan tahun ini merupakan sesuatu yang amat membahagiakan kita. Betapa tidak, dengan menunaikan ibadah Ramadhan banyak keuntungan yang akan kita peroleh, baik di kehidupan dunia maupun di akhirat kelak. Diantara keuntungan tersebut adalah tatkala kita menjalankan ibadah puasa dengan baik kita akan menemukan beberapa rahasia puasa. Sedikitnya ada lima rahasia puasa yang bisa kita temukan dan kita rasakan kenikmatannya ketika kita menjalankannya.
Pertama adalah menguatkan jiwa. Rosululloh saw bersabda :

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ* رواه البخارى

 Dalam hidup ini, tidak sedikit kita jumpai manusia yang didominasi oleh hawa nafsunya, lalu menuruti apapun yang menjadi keinginannya meskipun keinginan itu merupakan sesuatu yang bathil dan menggangu serta merugikan orang lain. Karenanya, di dalam islam ada perintah untuk memerangi hawa nafsu dalam arti berusaha untuk mengendalikannya, bukan membunuh nafsu yang membuat kita tidak mempunyai keinginan samasekali terhadap sesuatu yang bersifat duniawi. Manakala dalam peperangan ini manusia mengalami kekalahan, malapetaka besar akan terjadi karena manusia yang kalah dalam perang melawan hawa nafsu akan mengalihkan penuhanan dari kepada Alloh swt sebagai Tuhan yang haq menjadi kepada hawa nafsu yang cenderung mengarahkan manusia pada kesesatan. Firman Alloh dalam al Qur’an :

أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ أَفَلاَ تَذَكَّرُونَ * سورة الجاثية أية 23
Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutup pada penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? ( QS Al jatsiyah ayat 23)

Dengan ibadah puasa manusia akan berhasil mengendalikan hawa nafsunya yang membuat jiwanya menjadi kuat, bahkan derajatnya menjadi tinggi sehingga do’anya pun dikabulkan oleh Alloh swt. Rasulullah saw bersabda :

ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمُ الصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ وَاْلإِمَامُ الْعَادِلُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ...الحديث *رواه الترمذى
Ada tiga golongan yang tidak ditolak do’a mereka, yaitu : orang yang puasa hingga berbuka, pemimpin yang adil dan doanya orang yang dianiaya. (Hadits Riwayat At tirmidzi)

Kedua yang merupakan rahasia puasa adalah mendidik kita untuk memiliki kemauan yang sungguh-sungguh dalam kebaikan, meskipun untuk melaksanakan kebaikan itu terhalang berbagai kendala. Puasa yang baik akan membuat seseorang terus mempertahankan keinginannya yang baik, meskipun peluang untuk menyimpang begitu besar. Kebiasaan sabar menahan makan, minum dan keinginan yang lain di dalam puasa akan terbawa dalam kehidupan kita di luar puasa untuk sabar meraih suatu kebaikan yang kita inginkan. Orang iman diajarkan untuk memiliki cita-cita yang tinggi baik cita-cita akhirot maupun cita-cita dunia. Rosululloh saw telah bersabda : 

 أَعْظَمُ النَّاسِ هَمًّا الْمُؤْمِنُ الَّذِي يَهُمُّ بِأَمْرِ دُنْيَاهُ وَآخِرَتِهِ* رواه ابن ماجة
manusia yang paling besar cita-citanya adalah orang iman yang bercita-cita pada perkara dunianya dan perkara akhiratnya. (HR Ibnu majah)
 
أَجْمِلُوا فِي طَلَبِ الدُّنْيَا فَإِنَّ كُلًّا مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ* رواه ابن ماجة
Perbaikilah dalam mencari dunia, karena segala sesuatu akan dimudahkan pada yang diqodarkan padanya. (HR Ibnu majah)



Ketiga  yang merupakan rahasia puasa adalah menyehatkan jasmani. Hal ini telah dibuktikan oleh para dokter dan ahli-ahli kesehatan dunia yang membuat kita tidak perlu meragukannya lagi. Mereka berkesimpulan bahwa pada saat-saat tertentu, perut kita memang harus diistirahatkan dari bekerja memproses makanan yang masuk sebagaimana mesin juga harus diistirahatkan, apalagi dalam islam, isi perut kita memang harus dibagi tiga, sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk air dan sepertiga untuk udara.

Keempat  adalah mengenal nilai kenikmatan. Dalam hidup ini sudah banyak kenikmatan yang Alloh berikan kepada manusia, namun banyak pula manusia yang tidak pandai mensyukurinya. Mendapat satu tidak terasa nikmat karena menginginkan dua, dan seterusnya. Dengan puasa kita disuruh merasakan langsung betapa besar nikmat Alloh yang diberikan pada kita. Setelah berpuasa seharian, begitu kita berbuka walaupun hanya sebiji kurma dan seteguk air akan terasa nikmat.

لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ *
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni`mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni`mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS IBRAHIM AYAT 7)

Kelima  mengingat dan merasakan penderitaan orang lain, yaitu lapar dan haus. Kalau kita hanya beberapa jam saja, sedang mereka belum jelas sampai kapan. Maka sebelum selesai puasa kita membayar zakat fitrah yang tujuannya selain menyempurnakan puasa kita, juga untuk membantu mereka yang kekurangan.


Jumat, 15 Juli 2011

EMPAT KUNCI KEBAHAGIAAN

 
Oleh : H Sulthon Abdillah

Setiap orang tentu ingin memperoleh kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat. Rasululloh saw telah menyebutkan faktor-faktor dalam al hadits :

أَرْبَعٌ مِنْ سَعَادَةِ اْلمَرْءِ أَنْ تَكُوْنَ زَوْجَتُهُ صَالِحَةً وَأَوْلاَدُهُ أَبْرَارًا وَخُلَطَائُهُ صًالِحِيْنَ وَأَنْ يَكُوْنَ رِزْقُهُ فِى بَلَدِهِ * رواه الديلمى
“Ada empat perkara dari kebahagiaan seseorang, yaitu : pasangan hidup  yang sholihat, anak – anak  yang baik / berbakti, pergaulaannya adalah dengan orang – orang yang sholeh dan rizkinya di negerinya sendir”i.  (HR Dailami)

Dari hadits tersebut rasululloh saw mengemukakan empat faktor yang membuat manusia bahagia diantara sekian banyak faktor. Empat faktor itu adalah sebagai berikut :

1. ISTERI YANG SHOLIHAT

          Kalau dunia ini adalah kesenangan maka kesenangan dunia yang paling pol adalah isteri yang solihat. Sabda rasululloh saw :

الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ * رواه مسلم
Dunia ini adalah kesenangan. Dan sebaik-baik kesenangan dunia adalah isteri yang sholihat.

Kalau dilihat dari manfaat atau faedahnya, seorang isteri yang sholihat itu peringkat kedua setelah ketaqwaan seseorang kepada Alloh.

مَا اسْتَفَادَ الْمُؤْمِنُ بَعْدَ تَقْوَى اللَّهِ خَيْرًا لَهُ مِنْ زَوْجَةٍ صَالِحَةٍ إِنْ أَمَرَهَا أَطَاعَتْهُ وَإِنْ نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهُ وَإِنْ أَقْسَمَ عَلَيْهَا أَبَرَّتْهُ وَإِنْ غَابَ عَنْهَا نَصَحَتْهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهِ * رواه ابن ماجة
Seorang mu’min tidak mendapat faedah yang lebih baik bagi dia setelah takwa kepada Alloh dari pada isteri yang sholihat yang apabila dia perintah maka isterinya taat, jika dia memandang maka isterinya menyenangkan, jika dia bersumpah maka isterinya memperbaikinya dan jika dia pergi maka isterinya berbuat baik padanya baik di dalam dirinya maupun hartanya.

Seorang isteri yang sholihat yang yang bisa mendukung suaminya dalam urusan akhirot adalah merupakan harta simpanan paling pol.

عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ لَمَّا نَزَلَ فِي الْفِضَّةِ وَالذَّهَبِ مَا نَزَلَ (وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلاَ يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ* التوبة 34)  قَالُوا فَأَيَّ الْمَالِ نَتَّخِذُ قَالَ عُمَرُ فَأَنَا أَعْلَمُ لَكُمْ ذَلِكَ فَأَوْضَعَ عَلَى بَعِيرِهِ فَأَدْرَكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا فِي أَثَرِهِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَّ الْمَالِ نَتَّخِذُ فَقَالَ لِيَتَّخِذْ أَحَدُكُمْ قَلْبًا شَاكِرًا وَلِسَانًا ذَاكِرًا وَزَوْجَةً مُؤْمِنَةً تُعِينُ أَحَدَكُمْ عَلَى أَمْرِ اْلآخِرَةِ * رواه ابن ماجة

Alangkah bersyukurnya orang yang memiliki isteri yang sholihat. Adakalanya orang menjumpai isterinya sudah sholihat sejak dipersunting, bahkan yang membuat suaminya sholih adalah isterinya. Tapi adakalanya prosesnya bersama-sama ketika suami isteri sepakat memperdalam ilmu agama maka kedua-duanya menjadi sholih sholihat. Tapi adakalanya saat orang mempersunting seorang isteri dalam keadaan yang belum sholihat. Kalau kondisinya seperti ini maka seorang suami yang merupakan ro’in / kepala keluarga berkewajiban mendidik isterinya agar menjadi isteri yang sholihat. Yaitu dengan selalu menasihatinya dengan cara yang baik, lemah lembut. Karena pada dasarnya wanita itu diciptakan dari tulang yang bengkok yang tidak bisa serta merta bisa diluruskan, tapi melalui proses yang membutuhkan kesabaran.

وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلاَهُ إِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا * رواه مسلم كتاب الرضاع

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلاَدِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ* التغابون 14


2. ANAK – ANAK YANG BAIK / BERBAKTI

          Seorang anak yang sholih yang tekun beribadah, apalagi menjadi ahli alQuran adalah merupakan investasi pahala bagi kedua orang tuanya yang terus mengalir, yang akan membuat bangga di dunia dan di akhirot.

مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ وَعَمِلَ بِمَا فِيهِ أُلْبِسَ وَالِدَاهُ تَاجًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ ضَوْءُهُ أَحْسَنُ مِنْ ضَوْءِ الشَّمْسِ فِي بُيُوتِ الدُّنْيَا لَوْ كَانَتْ فِيكُمْ فَمَا ظَنُّكُمْ بِالَّذِي عَمِلَ بِهَذَا * رواه ابو داود كتاب الصلاة


إِذَا مَاتَ اْلإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةِ أَشْيَاءَ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ * رواه ابو داود كتاب الوصايا
Tapi untuk menjadi anak yang sholeh dan sholihat itu memerlukan perjuangan yang tidak ringan dan sebentar. Dari mulai masih kecil orang tua sudah mulai mendidiknya sampai beranjak dewasa.
Adakalanya tidak begitu sulit mendidiknya, bahkan kadang orang tuanya bukan orang yang baik tapi anaknya menjadi anak yang sholih. Akan tetapi umumnya orang tua harus mendidiknya mati-matian. Itu sudah menjadi kewajiban yang harus diemban orang tuanya.

كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ... الحديث * رواه البخارى
أَكْرِمُوا أَوْلاَدَكُمْ وَأَحْسِنُوا أَدَبَهُمْ * رواه ابن ماجة كتاب الأدب

إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلاَدُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ* التغابون 15

مَا نَحَلَ وَالِدٌ وَلَدًا مِنْ نَحْلٍ أَفْضَلَ مِنْ أَدَبٍ حَسَنٍ * روا الترمذى


3. PERGAULANNYA ADALAH ORANG – ORANG YANG SHOLEH

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ وَكِيرِ الْحَدَّادِ لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً * رواه البخارى

الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ * رواه الترمذى

عَنْ مَالِك أَنَّهُ بَلَغَهُ أَنَّ لُقْمَانَ الْحَكِيمَ أَوْصَى ابْنَهُ فَقَالَ يَا بُنَيَّ جَالِسْ الْعُلَمَاءَ وَزَاحِمْهُمْ بِرُكْبَتَيْكَ فَإِنَّ اللَّهَ يُحْيِي الْقُلُوبَ بِنُورِ الْحِكْمَةِ كَمَا يُحْيِي اللَّهُ اْلأَرْضَ الْمَيْتَةَ بِوَابِلِ السَّمَاءِ * موطأ مالك

4. MENCARI REZEKI DI NEGERI SENDIRI

          Meskipun yang diperoleh banyak, apabila rezeki itu diperoleh di tempat yang jauh dari keluarga, tetap saja lebih menyenangkan bila rezeki itu diperoleh di negeri sendiri. Namun bila orang harus merantau, maka bawalah keluarga ke tempat rantau, karena kehadiran suami isteri atau bapak ibu menjadi penting bagi keluarga.





MEMBANGUN MASYARAKAT BERADAB (MADANI) MENJEMPUT ISLAM MASA DEPAN

Oleh: Dr. H. Ahmad Syafi’i Mufid, APU
Mukadimah
Seperempat abad sudah umat Islam melewati abad 15 yang awalnya dipandang sebagai kebangkitan kembali Islam. Berharap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, pertumbuhan ekonomi yang signifikan lantaran petro dolar, umat Islam di mana-mana justru semakin terpinggirkan dan mengkhawatirkan. Hampir tidak ada prestasi yang membanggakan, padahal pada awal abad baru umat Islam diharapkan dapat memberikan andil yang besar dalam menghadapi krisis global dengan akibat-akibat yang tak terbayangkan seperti; terorisme, krisis ekonomi, pencemaran lingkungan hidup dan krisis moralitas.
Situasi internal umat Islam juga amat memprihatinkan, dimulai dari krisis epistemologis, yakni memudarnya kesadaran umat untuk memahami ajaran-ajaran normatif secara kontekstual. Menghadapi perubahan-perubahan yang amat cepat, umat masih menyandarkan diri pada beban sejarah masa lalu. Seolah-olah masa kini dan masa depan tidak menyediakan jawaban bagi persoalan yang dihadapi. Karena itu cendekiawan muslim seperti Muhammad Arkoun, M. Abid Al Jabiri atau Hasan Hanafi, mengindentifikasi krisis kesadaran ini sebagai kegagalan memaknai Islam secara autentik. Dengan kata lain umat Islam gagal merespons perubahan dengan berangkat dari ajaran Islam yang substantif dan pengalaman kebudayaan Islam sendiri[1]. Padahal, konsep dan ajaran Islam baik secara teologis maupun metodologis masih tetap memiliki relevansi untuk menjawab dan memecahkan masalah. Ijtihad atau rethinking ajaran Islam dengan cara memahami sumber-sumber autentik Islam dan mendialogkannya dengan perubahan-perunahan niscaya dapat mengintrodusir konsep, asumsi, hipotesa dan teori baru tentang Islam[2].
Umat Islam yang sekarang sedang sakit, dimasukkan ke rumah sakit peradaban Barat untuk minta disembuhkan. Tetapi disembuhkan dari penyakit apa dan dengan obat apa? Sungguh sebuah pernyataan dan pertanyaan yang sangat tepat dan sekaligus kritik terhadap para pengikut setia pengagum pandangan hidup dan sekaligus gaya hidup Barat.[3] Penyakit itu bernama kebodohan dan kemiskinan, tetapi fakta tersebut diletakkan dalam kerangka teologis. Penyakit tersebut tidak mungkin disembuhkan dengan sekularisasi, tidak pula dengan humanisme atau isme-isme yang lain. Oleh karena itu, obat yang diperlukan adalah bersifat teologis untuk membangun kembali pendidikan dan ekonomi umat, yakni konsep Islam yang bersumber kepada ajaran, wahyu dan ra’yu. Membangun kembali peradaban Islam mesti berangkat dari paradigma dan model ideal realitas sosial dan idealisme wahyu dan ra’yu tersebut.
Negara Madinah Sebagai Model
Rekonstruksi peradaban Islam sudah selayaknya dimulai dengan mendefinisikan kembali apa yang dimaksud dengan peradaban itu? Peradaban Islam kontemporer adalah multiumat, tidak seperti yang digambarkan oleh fiqh masa lalu. Umat non muslim menjadi bagian dari komunitas dan bukan sebagai “the others”. Mengapa? Umat beragama menghadapi problema yang sama, runtuhnya sendi-sendi moralitas dan kemanusiaan. Pendekatan yang bersifat dialogis dan inklusif menjadi norma dan kebutuhan bersama sehingga Islam tidak lagi berhadapan dengan masalah eklusivisme dan tembok-tembok penghalang komunikasi global. Inklusifisme dan respek terhadap pluralitas seperti ini menjadi satu-satunya cara umat Islam untuk tetap survive di masa depan. Proposisi ini bukan baru, ada referensi dan contoh bagaimana komunitas inklusif ini dibangun. Nabi Muhammad SAW melakukan hal yang sama, kita kenal sebagai sebuah model negara Madinah.
Negara Madinah sebagai sebuah prototype yang dilahirkan bukan terlahir dengan sendirinya. Ia adalah sebuah perjuangan, dialogis anatara wahyu dan ra’yu. Dimulai dengan penerimaan untuk para migran (muhajirun) oleh penduduk setempat (anshor), dibangunlah kesadaran kolektif (persaudaraan). Kesadaran inilah yang melahirkan konsep jamaah dan imamah menjadi landasan bangunan Negara kota (Madinah) yang semula bernama Yastrib. Kota kecil ini tidak hanya dihuni oleh etnik Arab, orang Yahudi juga telah lama berdomisili di sini, karenanya mereka juga terlibat dalam penataan banguan sosial, budaya, ekonomi, politik dan pertahanan keamanan. Demikianlah, Madinah adalah sebuah model bangunan ideal untuk sebuah kota atau negara peradaban yang sudah tentu layak dijadikan acuan untuk menggagas masa depan.
Setelah kesadaran kolektif terbentuk, Rasulullah sebagai pemimpin Madinah mulai mengatur sistem ekonomi yang berkeadilan. Pasar dibangun untuk semua, tidak ada monopoli dan tidak ada hurur. Produsen dan pedagang sangat dihargai sebagai profesi yang terbaik (kasbu al atyab). Mereka yang tidak bermodal, hanya memiliki tenaga, memiliki probabilitas memperoleh keuntungan, tidak hanya sekedar upah buruh. Mobilitas sosial sangat terbuka, ada konsep dan praktik mudharabah, musyarakah bahkan muzaraah. Pendidikan juga sangat diperhatikan, sebagian tawanan perang yang mampu membaca dan menulis, dimobilisir untuk pendidikan. Perintah membaca, belajar dan berkelana untuk mencari ilmu (saih) menjadi kewajiban setiap muslim, hingga ke Negara yang amat jauh (Shin atau Cina). Faktor kepemimpinan, kejamaahan, ekonomi dan pendidikan ini yang mengantarkan umat Islam membangun peradaban hingga sampai ke puncaknya.
Kalau abad 7 disebut sebagai abad pencerahan Arab (Islam), maka abad ke 8 hingga abad ke 12 merupakan pucak peradaban Islam. Kemunduran terjadi mulai pada paruh kedua abad 12, karena semangat syari’at (metode) seperti di atas sudah tidak ada. Umat sudah terpecah, solidaritas tidak ada lagi, keadilan dan akhlak mulia tergadaikan oleh para penguasa. Ijtihad atau rethinking dianggap tabu dan faham jabariyah (fatalisme) merasuki dada setiap muslim. Bangunan peradaban muslim runtuh, kota-kota pusat peradaban dijarah, dan kaum muslim dibantai, diusir atau dipaksa pindah agama.[4] Orang Eropa tidak merasa cukup mengusir muslimin dari semenanjung Iberia, tetapi memburunya hingga sampai ke Philipina dan menyisakan istilah Moro (orang-orang Moor yang beragama Islam) hingga sekarang. Setelah diburu, negeri-negeri muslim diduduki, dikuras sumber daya ekonomi dan diputar orientasi dan pandangan hidup mereka mengikuti cara berfikir dan pandangan Barat. Kejadian tersebut masih berlangsung hingga sekarang, dan istilah globalisasi pada hakekatnya adalah sebuah dominasi alias penjajahan.
Islam: Peradaban Kontemporer
Kita yang berteriak kencang ketika pornografi dan pornoaksi melanda media massa. Sebagian kita bahkan mencoba melakukan gerakan perlawanan dan kalau perlu adu fisik. Apa yang terjadi? Islam kemudian distigmatisasi sebagai agama “kekerasan”, radikal dan bahkan “teroris”. Para sarjana dan ulama telah lama mengumandangkan dalil Islam sudah lengkap sebagai pandangan hidup (way of life), sebagai solusi (way out) dan integralitas Islam melebihi segalanya. Peradaban Islam tidak akan pernah dapat menyaingi peradaban Barat apalagi mengungguli jika hanya puas dengan apologi dan membanggakan sejarah masa lalu.
Umat Islam perlu membangun epistemology, methodology dan aksi. Dimulai dengan pembacaan kondisi umat, konseptualisasi dan teorisasi kemudian uji coba hipotesa. Metode dan teknik-teknik tertentu untuk membuktikan teori atau gagasan. Jika benar, coba lagi dipraktikan dan kemudian diabstraksikan kembali sehingga hasilnya dapat disebarluaskan kepada komunitas penduduk yang lebih luas. Sebagai contoh bagaimana kita dapat menggeser tayangan media massa berkaitan dengan pornografi dan pornoaksi kalau kita tidak menyediakan gantinya yang lebih baik dalam pengertian substansi dan metodologi[5]?
Pornografi adalah hasil sebuah cara pandang dan ilmu pengetahuan-teknologi. Antitesanya tentu teologi dan akhlak untuk melawan cara pandang yang naïf tersebut, tetapi dalil teologi dan moralitas saja tidak cukup. Kita masih perlu ilmu pengetahuan dan teknologi tentang dunia hiburan. Bagaimana memahami keinginan rasa ingin tahu nan indah, bagaimana syari’at mengajarkannya dan selanjutnya cara pengemasannya dalam bentuk teknologi komunikasi seperti apa? Di sini, kita harus mencari formulasi penerapan syari’at dan kaitannya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Jadi persoalan epistemogi menjadi sangat mendasar, dimulai dengan pendifinisian masalah umat. Mencari tahu sebab-sebab kemunduran umat, lokal maupun global, mencari solusi (hipotesa), diuji dan jawab hipotesa tersebut dalam bentuk eksperimen, perbaiki kesalahan, sempurnakan kekurangan dan akhirnya dibangun sebuah teori dan paradigma baru. Inilah yang saya maksudkan dengan dialog antara syari’ah dengan konteks. Masyarakat dunia sekarang sudah mulai “melek” syariah, meski terbatas pada perbankan. Insya Allah, ekonomi syari’ah akan ditengok, karena ekonomi konvensional tidak lagi dapat memberikan jaminan keadilan. Kalau masalah ekonomi sudah diterima, konsep syari’ah yang lain, juga akan diterima pula.
Dari mana memulai membangun peradaban Islam kontemporer? Sebuah pertanyaan yang tidak sederhana. Peradaban adalah himpunan faktor, baik yang bersifat materi maupun non materi, yang memberi kemampuan kepada suatu masyarakat tertentu untuk memberikan jaminan social kepada seluruh anggota masyarakat sehingga mereka dapat meningkatkan diri[6]. Ia adalah produk pemikirian yang mengkristal. Dimulai dari pemenuhan hasrat ingit tahu (menghasilkan pengetahuan), sistematisasi pengetahuan (menjadi ilmu pengetahuan), penerapan ilmu pengetahuan (teknologi), menghasilkan produksi (industri), perlu pemasaran (informasi/komukikasi) perlu etika dan moral (agama) dan tanggung jawab kepada diri sendiri serta kepada Allah.
Pra peradaban
Masa
kemunduran

Wahyu dan ra’yu
Masa kebangkitan

Puncak peradaban
Masa kejayaan kembali.
Problem sosiologis umat adalah ukhuwah dan leadership. Ada banyak bukti sukses mengatasi problema tersebut untuk komunitas terbatas, dan kegagalan untuk tingkat komunitas Negara. Kisah sukses umumnya dimulai dari yang kecil, skala mikro untuk program dan lokalitas untuk kewilayahan. Bisa dicoba dan dimulai dari masjid (ingat sunnah Nabi), dengan membangun model jiwa kejamaahan. Gabungkan kepentingan ibadah ritual dengan ibadah sosial, jalin komunikasi dan kerjasama dengan tokoh masyarakat di tingkat RT dan RW. Rumuskan action plan, laksanakan upaya perbaikan pendidikan dan ekonomi baru kemudian sektor lainnya.
Proyek rekonstruksi peradaban memerlukan waktu panjang, dan diantara belanja waktu yang perlu dialokasikan adalah tahap penyadaran dan bujukan dalam kerangka membangun mimpi tentang masa depan. Sekali lagi diperlukan teologi dan strategi, komunikasi dan kesabaran menghadapi tantangan yang tidak ringan. Mujahid dakwah menjadi andalan.[7]
Penutup
Peradaban umat Islam sedang berada pada titik nadir. Sementara itu, peradaban Barat semakin jauh dari harapan kemanusiaan yakni kebahagian abadi. Peradaban Barat yang materialistic meminggirkan Tuhan, agama dan kemanusian seutuhnya. Peradaban lainnya, Komunisme, Hinduisme, Bhudisme dan budaya local juga tidak berdaya menghadapi diterminasi Barat. Islam harus bangkit memberikan keseimbangan, jalan tengah menuju cita-cita kemanusiaan sejati melalui membangun kembali peradaban. Dasarnya adalah syari’ah, metodologinya dialog wahyu dan ra’yu, tekniknya ilmu pengetahuan empiric, moralitasnya ukhuwah dan jamaah. Gerakannya berpusat dari masjid, programnya pemberdayaan ekonomi dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia melalui pendidikan.
Pengalaman panjang gerakan dakwah Islamiyah memerlukan pemikiran ulang. Gagasan di atas adalah sekelumit kegelisahan, mudah-mudahan dapat menjadi sedikit bagian dari pemikiran ulang tersebut, Allahu al musta’an ‘ala ma tasifun. Walhamdulillahirabbil ‘alamin.Nasrun minallah wa fathun qariib.
Wallahu A’lam Bishshawab


[1] Lihat Ziauddin Sardar, Kembali ke Masa Depan: Syari’at Sebagai Metodologi Pemecahan Masalah. Jakarta, Serambi, 2005 hlm.8.
[2] Bandingkan dengan kritik Arkoun, Rethinnking Islam (Rethinking Islam: Common Questions, Uncommon Answers). Yogyakarta, LPMI dan Pustaka Pelajar, 1996. hlm 13.
[3] Lihat Malik bin Nabi. Membangun Dunia Baru Islam. (Syuruth Al-Nahdhah) Bandung, Mizan.1994, hlm.69.
[4] Bagdad diserbu oleh tentara Tartar dan dihancurkan pada tahun 1258 M dan Granada kota Islam terakhir di Spanyol direbut oleh Ratu Isabella dan Raja Ferdinan.
[5] Q.S. Al Baqarah (2): 106.
[6] Malik bin Nabi op cit, hlm 173.
[7] Q.S. At Taubah (9): 111-112.